Friday, February 19, 2010

A Teenage Demi-God, A Sexually Driven Director, and A Family Longing Grandfather

I haven’t had the chance to update this blog due to the TRY OUT and hectic time schedule, so now i’m going to post 3 review of some movie at the same time :)
Percy Jackson and the Olympians: The Lightning Thief
Percy Jackson adalah remaja penderita disleksia akut dan berbagai keunikan lainnya. Suatu hari ia diserang oleh fury, semacam monster bersayap, saat study tour-nya. One things lead to another, rupanya Percy (Perseus) Jackson adalah anak dari Poseidon yang dituduh telah mencuri Lightining Bolt milik Zeus. Demi membersihkan nama dan menyelamatkan ibunya, Percy ditemani anak dari Athena, Annabeth, dan seorang Satyr bernama Grover, memulai perjalanannya mengelilingi Amerika untuk mengumpulkan mutiara ajaib yang bisa membawa mereka keluar dari Underworld
Filmnya sendiri terasa cepat, fun dan enjoyable. Moment favorit gw jelas saat Uma Thurman unjuk gigi jadi Medusa. It’s like poison ivy with snakes all over her head! Ceritanya mudah, mudah, mudah sekali dicerna dengan penyelesaian straight forward yang gak ba-bi-bu dengan tokoh pencuri sebenarnya yang bisa ditebak setelah 30 menit pertama. Spesial efeknya lumayan, terutama saat ngelawan Hydra. Akting pemain-nya? Bisa dibilang tidak ada yang benar-benar memorable. Dengan Logan Lerman sebagai pemikat remaja perempuan, Alexandra Daddario sebagai pemikat remaja laki-laki dan Brandon T.Jackson denga tingkah konyolnya sebagai pemikat anak anak. Fun and enjoyable ride with nothing special whatsoever.

Verdict : 6/10
Nine
Guido Contini adalah seorang director yang terkenal dengan film-film khas italianya yang memikat banyak orang. Dengan tekanan producernya, ia diharuskan membuat seuah film baru meski ia belum memiliki ide apa-apa. Kehidupannya-pun kembali merunyam setelah berbagai wanita dalam kehidupannya merasuki pikirannya yang masih stuck di tahap anak-anak. Sang istri yang terluka ditinggalkan, sang selingkuhan yang jengah jadi wanita kedua, sang reporter yang gila pada dirinya, sang perancang kostum yang jadi teman curhatnya, dan beberapa wanita lain yang memiliki pengaruh berbeda-beda pada diri sang maestro.
This movie is a mess. Secara kesinergisan, cerita dari film ini sebenernya sangat dangkal dan gak terlalu menarik. Kisah kemelut hidupnya Guido gak involving sama sekali. But aside of that, secara musikalisasi, film ini termasuk yang top-notch. Lagu-lagunya bisa dibilang memikat dengan kekuatannya masing-masing. Lihat saja Kate Hudson di Cinema Italiano dan Marion Cotillard di My Husband Make Movies. Namun entah seberapa bagusnya produksi musikal di film ini, Nine hampir melakukan kesalahan fatal yang Mammamia lakukan. Menjadi sekumpulan video klip tanpa cerita yang sinergis dan engaging. Hampir Rob, sangat hampir!

Verdict : 6/10
Everybody's Fine
Frank Goode baru saja kehilangan sang istri delapan bulan lalu, dan sejak hari pemakamannya, ia tidak pernah berkumpul bersama anak-anaknya lagi. Suatu hari, anak-anaknya tidak ada yang bisa datang untuk acara kumpul bersama. Merasa kesepian. Ia pun memulai road tripnya untuk mengunjungi keempat anaknya satu persatu. Mulai dari David, seorang pelukis di Manhattan. Amy, seorang businesswoman di advertising agency yang cukup mapan. Robert, perkusionis di sebuah orkestra dan Rosie seorang dancer di Las Vegas.
Film-film road trip selalu notabene dengan keliaran libido laki-laki yang tidak terkendali dan menjurus ke pornoaksi. Namun sebuah film roadtrip tentang bapak-bapak bapuk yang kesepian bisa dibilang memiliki aspek freshness-nya sendiri. Robert De Niro bermain sangat baik. Ia memainkan karaternya yang low key, pendiam, dan simpatik dengan sangat meyakinkan. Cast-cast pembantu lainnya juga bisa dibilang lumayan kuat, terutama Drew Barrymore dan Kate Beckinsale. Ceritanya sebenarnya sangat simple, namun tetap touching dan memiliki pesan moral yang sangat menyentuh dan kritik sosial yang sangat tajam. Film yang pas untuk ditonton bersama seluruh anggota keluarga.

Verdict : 7/10

No comments:

Post a Comment